PERKAWINAN
DITINJAU DARI ASPEK KESEHATAN REPRODUKSI
Diajukan
untuk memenuhi tugas
Mata
kuliah sosial budaya kesehatan
DISUSUN
OLEH
KELOMPOK 2
DEVI
ARISTA RIDA 16005
DWI
MUNDARI 16006
FANI
IKA RAHMAWATI 16007
FATIMAH
SAFITRI 16008
AKADEMI KEBIDANAN MITRA
PERSAHABATAN
JAKARTA, 2016
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
tiada henti-hentinya memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami semua
sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini.
Dengan ini kami telah menyelesaikan tugas makalah “perkawinan
ditinjau dari aspek kesehatan reproduksi”. Penyusunan makalah ini dapat
terwujud tak lepas dari bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada :
1.
Drg. H. Roem wahab, MMPD Direktur akademi kebidanan
mitra persahabatan
2.
Drg. Hj. Melianti Dosen materi mata kuliah teknik
penulisan ilmiah
3.
Bpk. Adang SKM.M.kes selaku dosen materi mata kuliah
sosial budaya kesehatan
4.
Seluruh kelompok yang membantu dalam penyusunan
makalah ini
Dalam pembuatan makalah kami menyadari masih banyak
kekurangan. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi memperbaiki kekurangan ataupun kekeliruan yang ada. Harapan kami semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa kesehatan untuk menambah
wawasan dalam bidang kesehatan.
Jakarta,
November 2016
Kelompok
2
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2
Tujuan Penulis............................................................................................. 3
1.3 Manfaat....................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 4
2.1 Pengertian pernikahan................................................................................. 4
2.2 perkawinan usia muda................................................................................ 5
A. Resiko perkawinan muda.......................................................................... 6
B. Kelebihan pernikahan usia muda............................................................... 7
C. Kekurangan pernikahan usia
muda............................................................ 7
D. Dampak perkawinan muda........................................................................ 8
E. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya
perkawinan dalam usia muda.................................................................... 10
F. Upaya pencegahan terjadinya
pernikahan muda........................................ 11
2.3 perkawinan usia tua.................................................................................... 11
A. Kekurangan pernikahan usia tua................................................................ 11
B. Faktor yang menyebabkan pernikahan usia tua.......................................... 12
C. Dampak pernikahan tua.............................................................................. 13
2.4 Pernikahan incest......................................................................................... 14
A. Gambaran incest diluar ikatan perkawinan................................................. 14
B. Perlindungan hukum................................................................................... 15
BAB III PENUTUP.............................................................................................. 16
3.1 Kemsipulan................................................................................................. 16
3.2 Saran........................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan
jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai
dengan apa yang ingin diinginkannya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa
mewujudkan suatu keluarga atau rumah tangga bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini dimaksudkan bahwa perkawinan itu hendaknya
berlangsung seumur hidup dan tidak boleh berakhir begitu saja.
Perkawinan pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa
dengan tidak memandang pada profesi, agama, suku bangsa, miskin atau kaya,
tinggal di desa atau di kota. Usia perkawinan yang terlalu muda mengakibatkan
meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung
jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami-istri.Meskipun batas umur
perkawinan telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) UU No. I tahun 74, yaitu
perkawian hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan
pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Namun dalam prakteknya masih banyak
kita jumpai perkawinan pada usia muda atau di bawah umur, padahal perkawianan
yang sukses membutuhkan kedewasaan tanggung jawab secara fisik maupun mental
untuk bisa mewujudkan garapan yang ideal dalam kehidupan berumah tangga.
Peranan orang tua sangat besar artinya bagi psikologis anak-anaknya. Mengingat
keluarga adalah tempat pertama bagi tumbuh perkembangan anak sejak lahir hingga
dengan dewasa maka pola asuh anak dalam perlu disebar luaskan pada setiap
keluarga.
Perkawinan adalah ikatan sakral
penyatuan sepasang anak manusia dengan konsekuensi hak dan kewajiban
yang tidak mudah. Mengingat tanggung jawab yang komplek maka
dibutuhkan kesiapan dan kedewasaan usia, mental, spiritual, dan kesiapan ekonomi.
Perkawinan bukanlah hal yang mudah, di
dalamnya terdapat banyak konsekuensi yang harus dihadapi sebagai
suatu bentuk tahap kehidupan baru individu dewasa dan pergantian
status lajang menjadi seorang istri yg menuntut adanya penyesuaian diri
terus menerus sepanjang perkawinan (Hurlock, 1993).
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan seorang wanita yang pada umumnya berasal dari lingkungan yang
berbeda terutama dari lingkungan keluarga asalnya, kemudian mengikatkan diri
untuk mencapai tujuan keluarga yang kekal dan bahagia. Maka dengan adanya
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dan berlakunya secara efektif
sejak tanggal 1 Oktober 1975 yaitu sejak berlakunya Peraturan Pemerintah No.9
Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan
yang mana dalam pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yang berbunyi:
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kedewasaan dalam hal Fisik dan rohani dalam perkawinan
adalah merupakan dasar untuk mencapai tujuan dan cita-cita dari perkawinan,
walaupun demikian masih banyak juga anggota masyarakat kita yang kurang
memperhatikan atau menyadarinya. Hal ini disebabkan adanya pengaruh lingkungan
dan perkembangan sosial yang tidak memadai. Perkawinan tersebut harus ada
persetujuan, dari kedua belah pihak calon mempelai secara sukarela tanpa ada
paksaan dari pihak lain.
Hal ini demi kebahagiaan hidup yang diinginkan dalam
perkawinan tersebut. Segala sesuatu yang akan dilaksanakan perlu direncanakan
dahulu agar membuahkan hasil yang baik, demikian pula dengan hidup berkeluarga
(perkawinan). Salah satu yang perlu direncanakan sebelum berkeluarga atau
menikah adalah berapa usia yang pantas bagi seorang pria maupun seorang wanita
untuk melangsungkan pernikahan.
Menurut ketentuan pasal 7 ayat (1) undang-undang no.1
tahun 1974 “bahwa perkawinan itu hanya di ijinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16
tahun. Namun dalam ketentuan ayat (2) undang-undang No.1 tahun 1974
menyatakan dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta
dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang
tua pihak pria maupun wanita. Degan demikian perkawinan usia muda ini
adalah perkawinan yang para pihaknya masih relative muda.
Reproduksi adalah suatu proses kehidupan manusia dalam
menghasilkan keturunan demi kelestarian hidup.
Masalah perkawinan dan kehamilan dini, ketidakmatangan
secara fisik dan mental. Risiko komplikasi dan kematian ibu dan bayi lebih
besar, kehilangan kesempatan untuk pengembangan diri remaja. Risiko untuk
melakukan aborsi yang tidak aman.
Pekerja seks komersial seseorang yg menjual jasa
seksual seperti seks oral atau hubungan seks dalam menyewakan tubuhnya untuk
memuaskan kebutuhan seksual pelanggannya dan untuk mendapatkan
uang.Pandangan pelacuran dikalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang
negative.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Memenuhi tugas kuliah sosial budaya kesehatan
2. Membantu mahasiswa memahami materi “Pernikahan
ditinjau dari aspek kesehatan reproduksi”
3. Memberikan informasi terhadap pembaca tentang materi
yang disajikan
4. Mengetahui macam permasalahan kesehatan wanita
mencangkup pekerja seks komersial dan drug abuse.
5. Mengetahui penanganan permasalahan kesehatan wanita
yang mencangkup pekerja seks komersial.
1.3 MANFAAT
1. Masyarakat mendapatkan
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang bermutu
2. Menerima penyuluhan
yang sehat serta dapat menerapkan hak-hak yang seharusnya di dapatkan oleh
masyarakat.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pernikahan
pernikahan adalah lambang disepakatinya suatu
perjanjian (akad) antara seorang laki-laki dan perempuan (dalam
masyarakat tradisional hal itu juga merupakan perjanjian antar keluarga) atas
dasar hak dan kewajiban yang setara antara kedua belah pihak.Penyerahan diri
total seorang perempuan kepada laki-laki.Peristiwa saat seorang ayah secara
resmi menyerahkan anak perempuannya kepada laki-laki untuk “dipakai” sesuka
hati laki-laki itu.
Tujuan Pernikahan adalah untuk secara hukum
mengesahkan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan. untuk secara
hukum mengatur hak dan kewajiban masing-masing termasuk di dalamnya pelarangan
atau penghambatan terjadinya poligami.untuk pendataan dan kepentingan
demografi.
Kriteria Keberhasilan Suatu Pernikahan,Kebahagiaan Suami
Isteri,Hubungan yang baik antara orang tua dan anak,Penyesuaian yang baik
antara anak-anak, Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan
pendapat,Kebersamaan,Penyesuaian yang baik dalam masalah
keuangan, Penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan.
Perkawinan adalah ikatan sakral
penyatuan sepasang anak manusia dengan konsekuensi hak dan kewajiban
yg tidak mudah. Mengingat tanggung jawabnya yg komplek maka dibutuhkan
kesiapan dan kedewasaan usia, mental, spiritual, dan kesiapan ekonomi.
Perkawinan bukanlah hal yg mudah, di
dalamnya terdapat banyak konsekuensi yang harus dihadapi sebagai
suatu bentuk tahap kehidupan baru individu dewasa dan pergantian
status lajang menjadi seorang istri ygmenuntut adanya penyesuaian diri terus menerus
sepanjang perkawinan (Hurlock, 1993).
Individu
yang memiliki kesiapan untuk menjalani kehidupan perkawinan akan lebih
mudah menerima dan menghadapi segala konsekuensi persoalan yg timbul dalam
perkawinan (Landis and Landis, 1963).
2.2 Perkawinan Muda
Di Indonesia pernikahan dini sekitar 12-20% yang
dilakukan oleh pasangan baru. Biasanya, pernikahan dini dilakukan oleh pasangan
usia muda yang rata-rata umurnya antara 16-20 tahun. Secara nasional pernikahan
dini dengan pasangan usia di bawah 16 tahun sebanyak 26,95%.
Padahal pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah
21-25 tahun sementara laki-laki 25-28 tahun. Karena diusia itu organ reproduksi
perempuan secara psikologis sudah berkembang dengan baik dan kuat serta siap
untuk melahirkan keturunan secara fisik pun mulai matang. Sementara laki-laki
pada usia itu kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat, hingga mampu menopang
kehidupan keluarga untuk melindungi baik secara psikis emosional, ekonomi dan
sosial.
Melakukan pernikahan tanpa kesiapan dan pertimbangan
yang matang dari ssatu sisi dapat mengindikasi sikap tidak appresiatif terhadap
makna nikah dan bahkan lebih jauh bisa merupakan pelecehan terhadap kesakralan
dalam pernikahan.
Menurut UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 pasal 7 bahwa
perkawinan diijinkan bila laki – laki berumur 19 tahun dan wanita berumur 16
tahun. Namun pemerintah mempunyai kebijakan tentang perilaku reproduksi manusia
yang ditegaskan dalam UU No 10 Tahun 1992 yang menyebutkan bahwa pemerintah
menetapkan kebijakan upaya penyelenggaraan Keluarga Berencana. Banyaknya resiko
kehamilan kurang dari perkawinan diijinkan bila laki – laki berumur 21 tahun
dan perempuan berumur 19 tahun. Sehingga perkawinan usia muda adalah perkawinan
yang dilakukan bila pria kurang dari 21 tahun dan perempuan kurang dari 19
tahun
Perkawinan
Usia Muda adalah Pernikahan yang
dilakukan oleh remaja di bawah umur (antara 13-18 tahun) yang masih belum cukup
matang baik fisik maupun psikologis, karena berbagai faktor antara lain faktor
ekonomi, sosial, budaya, penafsiran agama yang salah, pendidikan, dan akibat
pergaulan bebas. Individu yang menikah pada usia muda akan cenderung bergantung
pada orangtua secara finansial maupun emosional.
A. Resiko Perkawinan Usia Muda
·
Konflik dalam
perkawinan usia muda :
1. Masalah kesehatan reproduksi
2. Segi ekonomi
3. Kurangnya kesabaran atau belum matang secara emosi.
4. Kurangnya persiapan untuk hamil dalam usia muda,
juga berkaitan dengan defisiensi asam folat dalam tubuh.(Akibat
kekurangan asam folat, janin dapat menderita spina bifida atau janin
tidak memiliki batok kepala).
·
Ibu usia muda
kemungkinan untuk memiliki anak dengan :
1. berat bayi rendah.
2. kurang gizi.
3. dan anemia.
Ibu
muda ini kemungkinan untuk menderita kanker servik nantinya.
·
Istri usia muda
sering mengalami kebebasan dan otonomi yg terbatas dan tidak mampu kompromi
mengenai :
1. relasi,
2. seksual,
3. penggunaan kontrasepsi,
4. kehamilan, dan
5. hal-hal lain di kehidupan berkeluarga
Ketidakmampuan kompromi mengenai penggunaan kondom
menempatkan mereka pada posisi rentan untuk tertular IMS dan HIV/AIDS.
Setelah menikah perempuan muda biasanya terpaksa
meninggalkan keluarga, teman, dan lingkungannya untuk pindah kelingkungan
suami. Kehilangan dukungan sosial dan putus sekolah akan menganggu proses pendidikannya. Dengan
keterbatasan, perempuan akan terisolasi dan sulit menerima informasi mengenaikesehatan reproduksi. Mereka sering kali tidak
berdaya mengakses pelayanan kesehatan masyarakat.
Mereka perlu izin untuk
mendapatkan pelayanan dan umumnya tidak mampu
membayar pelayanan kesehatan. Pernikahan anak adalah pelanggaran hak
seksual dan reproduksi termasuk
hak untuk :
1. Mendapatkan standar tertinggi kesehatan seksual
2. Bebas dari paksaan, diskriminasi, kekerasan, dan
pelecehan
3. Relasi seksual yang disepakati bersama
4. Kehidupan seksual yang aman
5. Memiliki pasangan dan pernikahannya
6. Mendapat informasi dan pendidikan mengenai kesehatan reproduksi
7. Menentukan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai
jumlah, jarak dan waktu memiliki anak dan mendapat informasi tentang itu
8. Mendapat pelayanan reproduksi dan seksual
B. Kelebihan pernikahan
usia muda
1. Terhindar dari perilaku seks bebas, karena kebutuhan
seksual terpenuhi.
2. Menginjak usia tua tidak lagi mempunyai anak yang
masih kecil.
C. Kekurangan pernikahan
usia muda
1. Meningkatkan angka kelahiran sehingga pertumbuhan
penduduk semakin meningkat.
2. Ditinjau dari segi kesehatan, perkawinan usia muda
meningkatkan angka kematian bayi dan ibu, risiko komplikasi kehamilan,
persalinan dan nifas
3. Kematangan psikologis belum tercapai sehingga keluarga
mengalami kesulitan mewujudkan keluarga yang berkualitas tinggi.
4. Dituijau dari segi sosial, dengan perkawinan
mengurangi kebebasan pengembangan diri, mengurangi kesempatan melanjutkan
pendidikan jenjang tinggi.
5. Adanya konflik dalam keluarga membuka peluang untuk mencari
pelarian pergaulan di luar rumah sehingga meningkatkan risiko penggunaan minum
alcohol, narkoba dan seks bebas.
6. Tingkat perceraian tinggi. Kegagalan keluarga dalam
melewati berbagai macam permasalahan meningkatkan risiko perceraian.
D. Dampak Perkawinan
muda
1. Dampak biologis
Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih
dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan
seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian melahirkan. Jika
dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang luas dan infeksi yang
akan membahayakan organ reproduksinya sampai membahayakan jiwa anak. Patut
dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas dasar kesetaraan dalam
hak reproduksi antara isteri dan suami atau adanya kekerasan seksual dan
pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak.
2. Dampak psikologis
Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti
tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan
dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya
yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan
hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk
memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya
serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak.
3. Dampak sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial
budaya dalam masyarakat patriarki yang bisa gender, yang menempatkan perempuan
pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja.
Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun termasuk agama Islam
yang sangat menghormati perempuan (Rahmatan lil Alamin). Kondisi ini hanya akan
melestarikan budaya patriarki yang bisa gender yang akan melahirkan kekerasan
terhadap perempuan.
4. Dampak perilaku seksual menyimpang
Adanya prilaku seksual yang menyimpang yaitu prilaku
yang gemar berhubungan seks dengan anak-anak yang dikenal dengan istilah
pedofilia. Perbuatan ini jelas merupakan tindakan ilegal (menggunakan seks
anak), namun dikemas dengan perkawinan seakan-akan menjadi legal. Hal ini
bertentangan dengan UU.No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak khususnya
pasal 81, ancamannya pidana penjara maksimum 15 tahun, minimum 3 tahun dan
pidana denda maksimum 300 juta dan minimum 60 juta rupiah. Apabila tidak
diambil tindakan hukum terhadap orang yang menggunakan seksualitas anak secara
ilegal akan menyebabkan tidak ada efek jera dari pelaku bahkan akan menjadi
contoh bagi yang lain.
5. Dampak terhadap suami
Tidak bisa dipungkiri bahwa pada pasangan suami istri
yang telah melangsungkan perkawinan di usia muda tidak bisa memnuhi atau tidak
mengetahui hak dan kewajibannya sebagai suami istri. Hal tersebut timbul
dikarenakan belum matangnya fisik maupun mental mereka yang cenderung keduanya
memiliki sifat keegoisan yang tinggi.
6. Dampak terhadap anak-anaknya
Masyarakat yang telah melangsungkan perkawinan pada
usia muda atau di bawah umur akan membawa dampak. Selain berdampak pada
pasangan yang melangsungkan perkawinan pada usia muda, perkawinan usia muda
juga berdampak pada anak-anaknya. Karena bagi wanita yang melangsungkan
perkawinan di bawah umur 20 tahun, bila hamil akan mengalami gangguan pada
kandungannya dan banyak juga dari mereka yang melahirkan anak yang prematur.
7. Dampak terhadap masing-masing keluarga
Selain berdampak pada pasagan suami-istri dan
anak-anaknya perkawinan di usia muda juga akan membawa dampak terhadap
masing-masing keluarganya. Apabila perkawinan di antarta anak-anak merka
lancer, sudah barang tentu akan menguntungkan orang tuanya masing-masing. Namun
apabila sebaliknya keadaan rumah tangga mereka tidak bahagia dan akhirnya akan
terjadi perceraian. Hal ini akan mengkibatkan bertambahnya biaya hidup mereka
dan yang palinng parah lagi akan memutuskan tali kekeluargaan diantara kedua
belah pihak.
E. Faktor- faktor yang Mempengaruhi
Terjadinya Perkawinan Dalam Usia Muda
Perkawinan usia muda terjadi
karena keadaan keluarga yang hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban
orang tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.
2. Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan
maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya
kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur.
3. Faktor orang tua
Orang tua khawatir kena aib
karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket
sehingga segera mengawinkan anaknya.
4. Media massa
Gencarnya ekspose seks di media
massa menyebabkan remaja modern kian Permisif terhadap seks.
5. Faktor adat
Perkawinan usia muda terjadi
karena orang tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua sehingga segera
dikawinkan.
F. Upaya Pencegahan terjadinya Pernikahan Muda
1. Undang-undang perkawinan
2. Bimbingan kepada remaja dan
kejelasan tentang sex education
3. Memberikan penyuluhan kepada
orang tua dan masyarakat
4. Bekerja sama dengan tokoh agama
dan masyarakat
5. Model desa percontahan kedewasaan
usia perkawinan
2.3 Perkawinan Usia Tua
Telah didapatkan banyak bukti
yang mengungkapkan bahwa semakintua seseorang pria, semakin
besar pula resiko memiliki anak yang tidak normal. Berbagai hasil
studi menemukan adanya berbagai resiko, termasuk autisme dan schizophrenia pada
anak yang lahir pada pria yang berusia 40 tahun. Sejumlah studi juga
mengemukakan bahwa kesuburan pria akan menurun dengan bertambahnya usia.
Terdapat perbedaan antara pria
dan wanita ; tidak bisa memiliki anak pada setelah usia tertentu (menoupause)
kata dr. Harry Fisch, direktur Male Reproductive Centre di New
york-Presbyterian Hospital, Columbia University Medical Centre. ”Tetapi tidak
semua pria dijamin akan baik-baik saja”, tambahnya. ”Kesuburan akan menurun
pada pria tertentu, namun pada pria lain, kesuburan akan tetap bertahan tetapi
terdapat kemungkinan berisiko penurunan ketidak normalan genetis.
Perkawinan usia tua adalah perkawinan yang dilakukan
bila perempuan berumur lebih dari 35 tahun.
A. Kekurangan pernikahan
usia tua
a. Meningkatkan angka
kesakitan dan kematian ibu dan bayi. Kemungkinan risiko terjadi cacat mamae
meningkat.
b. Meningkatnya risiko kehamilan dengan anak kelainan
bawaan.
B. Faktor yang Menyebabkan Pernikahan Tua
1. Belum bekerja
Ini masalah utama yang sering
menghinggapi pemuda sehingga sekalipun telah merasa cocok dengan seorang
wanita, dan jika ditunda akan menimbulkan fitnah, akan tetapi tenyata sang
pemuda belum memiliki pekerjaan tetap untuk menghidupi keluarganya kelak, maka
niat baik tersebut terpaksa harus tertunda.
2. Belum lulus
Untuk alasan ini, berbeda dengan
yang pertama. Masalah ini menghinggapi pemuda dan pemudi. Terkadang seorang
pemuda sudah memiliki pekerjaan, dan sambil bekerja ia sekolah, akan tetapi
studinya belum selesai maka pernikahan terpaksa tertunda, sampai selasainya di
wisuda dan mendapatkan gelar, agar tampak ”terhormat” di undangan kalau kedua
pasangan memiliki gelar didepan dan dibelakang namanya. Begitu pun pemudi,
sekalipun dia telah sarjana, namun karena yang datang melamarnya adalah pemuda
yang belum selesai kuliahnya, maka niat untuk menikah dicegah oleh keluarganya,
ditunda sampai selesainya pendidikan calon pasangannya.
3. Belum cocok
Mungkin sudah lulus, sudah
bekerja, bahkan telah memiliki rumah sendiri, dan berusaha mencari calon
pasangannya. Akan tetapi karena merasa belum ada yang cocok, sekalianpun
keinginan untuk menikah sangat tinggi, tetapi karena tidak cocok baik dari segi
harta, pendidikan, dan latar keturunan, ataupun lainnya sehingga niat baik
untuk menikahpun menjadi tertunda.
4. Belum mantap
Alasan belum mantap , biasanya
didasarkan karena persiapan dirinya kurang, baik ilmu tentang pernikahan,
keluarga, dan orang-orang yang ada disekitarnya. Termasuk didalam merasa belum
mantap betul dengan calon pasangannya karena belum dikenal dengan
baik ”luar” dan ”dalam”.
5. Belum terlambat
Ada pemuda, begitu pun pemudi
membuat standar usia dalam menuju gerbang pernikahan. Biasanya menjadikan
standar usia tertentu, atau suatu target tertentu, misalnya usia remaja bagi
laki-laki adalah 27 tahun, sehingga ketika belum mencapai usia yang bernaksud
atau target yang dituju (S-2) atau belum tercapai cita-citanya, maka sebelum
itu semua terpenuhi, dianggap belum terlambat untuk menikah.
C. Dampak Pernikahan Tua
1. Dampak negatif
a. Masa tua merupakan perpanjangan dari masa sekarang,
bedanya adalah kekuatan sudah jauh berkurang sehingga beban terasa lebih berat.
b. Masa tua memperjelas ketidak harmonisan di antara
pasangan menikah.
c. Masa tua juga dapat melahirkan kebiasaan baru yang
tidak dapat ditoleransi pasangan.
d. Masa tua penuh kelemahan fisik yang menambah
kerepotan, dulu repot mengurus anak sekarang repot mengurus pasangan sendiri.
Bedanya adalah kerap kali lebih mudah mengurus anak daripada mengurus pasangan sendiri.
Juga kelemahan fisik sering kali memperburuk frustrasi sehingga kita mudah
jengkel dengan diri sendiri dan pasangan.
e. Hormon-hormon reproduksi mulai berkurang sehingga
kesehatan juga akan menurun
2. Dampak positif
a. Di masa tua cenderung tidak tergesa-gesa dan lebih
sabar menunggu karena lebih dapat berbicara dengan lebih berlahan.
b. Di masa tua cenderung lebih berhikmat dan memahami
prioritas hidup dengan lebih tepat. Lebih menyadari hal-hal apa yang penting
dan tidak penting dan apa itu yang merupakan kesia-sian hidup.
c. Di masa tua seharusnya lebih takut akan tuhan dan
lebih memntingkan hal rohani. Ini dapat menjadi kekuatan dan motivasi kita
untuk membereskan masalah.
2.4 pernikahan Incest
Incest adalah hubungan seksual yang terjadi antar anggota
keluarga. Anggota keluarga yang dimaksud adalah anggota keluarga yang mempunyai
hubungan pertalian darah. Batas pertalian darah paling atas adalah kakek,
paling bawah adalah cucu, batas kesamping adalah keponakan. Keluarga diluar itu
bukan termasuk incest. Pelaku biasanya adalah orang yang lebih dewasa (lebih
kuasa) dan korban lebih banyak adalah anak-anak. Sering terjadi pada anak tiri
oleh bapak tiri, menantu oleh mertua, cucu oleh kakeknya.
Incest dapat terjadi karena saling suka atau saling cinta
dan dapat juga terjadi akibat paksaan tanpa rasa cinta. Incest ada yang diluar
perkawinan, namun ada juga yang sengaja dilakukan dalam ikatan perkawinan.
Diluar negri, perkawinan incest diperbolehkan, sedangkan di Indonesia
perkawinan incest tidak dibenarkan menurut hukum. Perkawinan di Indonesia
dinyatakan sah dilakukan menurut agama. Sedangkan pencatatannya, bila agama
Islam di Kantor Urusan Agama (KUA) dan selain agama Islam di Kantor Pencatatan
Sipil. Sah tidaknya perkawinan di Indonesia berdasarkan ajaran agama
masing-masing. Semua agama di Indonesia melarang perkawinan incest. Bila
diketahui ada pertalian darah (muhrim dalam agama islam) sedangkan perkawinan
telah dilakukan dan walaupun sudah mempunyai anak, maka perkawinan harus
dibatalkan.
A. Gambaran incest di
luar ikatan perkawinan
a. Pelaku kebanyakan orang yang kerap berinteraksi dengan
korban, tinggal dalam satu rumah.
b. Korban mayoritas anak-anak sehingga tidak kuasa
melakukan perlawanan diri. Biasanya dibawah tekanan karena ancaman
pelakusehingga ketakutan atau diberi imbalan atau dengan bujuk rayu misalnya
diberi uang atau makanan.
c. Sering berakibat trauma fisik dan psikis.
B. Perlindungan Hukum
Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) pasal 81-82
UUPKDRT, KUHP pasal 285, KUHP pasal 98, KUH Perdata pasal 1365.
Upaya
Mengatasi :
a. Waspada dalam mengasuh anak. Tidak membiasakan anak
dirumah sendirian dengan anggota keluarga yang berlainan jenis.
b. Tidak mengabaikan kata hati tiap ada gelagat yang
menjurus pada tindakan pelecehan dalam keluarga.
c. Memisahkan tempat tidur anak mulai umur 3 tahun dari
ayah atau saudara baik sesama jenis kelamin maupun berlainan jenis kelamin.
d. Perlu juga melibatkan orang lain diluar lingkungan
keluarga.
e. Lapor pada petugas penegak hukum walaupun dibawah
ancaman pelaku
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perkawinan muda adalah pernikahan yang dilakukan
seorang laki-laki dan perempuan yang di bawah umur. Dampak yang terjadi pada
pernikahan muda yaitu dampak biologis, dampak psikis, dampak sosial,
dampak perilaku seksual menyimpang, terhadap suami, terhadap anak-anaknya, dan
dampak terhadap masing-masing keluarga. Faktor- faktor yang mempengaruhi
terjadinya perkawinan dalam usia muda yaitu ekonomi,
pendidikan, orang tua, media massa, dan adat.
Perkawinan usia tua adalah perkawinan yang
dilakukan seorang laki-laki dan perempuan yang dengan umur yang sudah matang
atau sudah dewasa. Faktor yang menyebabkan pernikahan tua yaitu belum
bekerja, belum lulus, belum cocok, belum mantap, dan belum terlambat. Dampak
dari pernikahan usia tua ada dampak negatif dan positif.
3.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat
menambah pengetahuan mahasiswa dalam
memecahkan permasalahan kesehatan wanita dalam dimensi sosial.
Agar para remaja mengetahui seabagaimana
sebaiknya melakukan perkawinan dan agar tidak adanya perkawinan di bawah umur
karena mempunyai dampak yang bisa merugikan mereka.
DAFTAR
PUSTAKA
Romauli, Suryati dan
Anna Vida Vindari, S.ST. 2009. Kesehatan Reproduksi buat Mahasiswi
Kebidanan. Bantul: Nuha Medika.
Kumalasari, Intan dan
Iwan Andhyantoro. 2012. Kesehatan Reproduksi untuk Mahasiswa
Kebidanan dan Keperawatan.. Jakarta: Salemba Medika.
Widyastuti, Yani dkk.
2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta. Penerbit Fitramaya.
Manuaba, dr. Ida Ayu
Chandranita, Sp. OG dkk. 2009. Memeahami kesehatan Reproduksi
Wanita. Jakarta: EGC.